JellyPages.com

Senin, 14 Maret 2011

Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi

ARBITRASE dan ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
PENGATURAN:
UU NO. 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ADR
PASAL 130 HIR DAN 154 RBg: PERMA NO. 1 TAHUN 2008 
PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

PENGERTIAN :
• ARBITRASE: CARA PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN DENGAN MEMINTA BANTUAN ARBITER YANG MEMILIKI KEWENANGAN MEMUTUS .

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA :
• = ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION: 
• BENTUK ATAU CARA –CARA PENYELESAIAN SENGKETA SECARA SAH SELAIN DARIPADA PENGADILAN DAN ARBITRASE.

JENIS-JENIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA :
• NEGOSIASI
• MEDIASI
• PENDAPAT AHLI

NEGOSIASI:
• PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI PERUNDINGAN LANGSUNG PARA PIHAK YANG BERSENGKETA TANPA DIBANTU OLEH PIHAK LAIN

MEDIASI:
• PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI PERUNDINGAN DENGAN DIBANTU OLEH PIHAK NETRAL, YAITU MEDIATOR YANG TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN MEMUTUS

PENDAPAT AHLI:
• PARA PIHAK DALAM SUATU PERJANJIAN BERHAK UNTUK MEMOHON PENDAPAT YANG MENGIKAT DARI LEMBAGA ARBITRASE ATAS HUBUNGAN HUKUM TERTENTU DARI SUATU PERJANJIAN (PASAL 52 UU NO. 30 THN1999) 

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN
CIRI PENGADILAN ARBITRASE NEGOSIASI MEDIASI PENDAPAT AHLI
FORMALITAS SANGAT FORMAL AGAK FORMAL TIDAK FORMAL TIDAK FORMAL TIDAK FORMAL
SIFAT PROSES PERTIKAIAN PERTIKAIAN KONSENSUS KONSENSUS EVALUASI
PIHAK KETIGA ADA, HAKIM ADA, ARBITER TIDAK ADA ADA, MEDIATOR ADA, AHLI
TERBUKA/ TERTUTUP TERBUKA TERTUTUP TERTUTUP TERTUTUP TERTUTUP
HASIL AKHIR PUTUSAN PUTUSAN BUNTU/ SEPAKAT BUNTU/ SEPAKAT PENDAPAT




PENGGUNAAN ARBITRASE :
• DIDASARKAN PADA KLAUSULA ARBITRASE DALAM SEBUAH PERJANJIAN TERTULIS/KONTRAK ATAU SETELAH TIMBUL SENGKETA (PASAL 1 BUTIR 1 DAN 2, PASAL 9 UU NO. 30 THN 1999)

ARBITRASE :
• “Pengadilan swasta”; proses peradilan secara swasta/privat atau ditentukan sendiri oleh para pihak;
• Sengketa akan diputus oleh arbiter (hakim swasta);
• Keberadaan arbitrase dan ruang lingkup sengketa yang dapat diarbitrasekan didasarkan atas perjanjian arbitrase;
• Kewenangan pengadilan untuk mengadili dikesampingkan dengan perjanjian arbitrase;
• Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. 

PERJANJIAN ARBITRASE :
• HARUS TERTULIS ATAU DENGAN AKTA NOTARIS
• ISI (mutlak): 
a. Masalah yang dipersengketakan 
b. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak.
c. Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter/majelis aribtrase 
d. Tempat arbiter atau majelis arbirase akan mengambil putusan.
e. Nama lengkap sekretaris.
f. Jangka waktu penyelesaian sengketa 
g. Pernyataan kesediaan arbiter
h. Pernyataan kesediaan para pihak utk menanggung segala biaya untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrse.
(pasal 9 uu no. 30 thn 1999).

PERJANJIAN ARBITRASE TIDAK MENJADI BATAL KARENA:
a. Meninggal salah satu pihak.
b. Bangkrut salah satu pihak 
c. Novasi.
d. Insolvensi salah satu pihak.
e. Perwarisan 
f. Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan arbitrase.

SYARAT-SYARAT ARBITER :
a. CAKAP MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM.
b. BERUMUR PALING RENDAH 35 TAHUN.
c. TIDAK MEMPUNYAI HUBUNGAN KELUARGA SEDARAH ATAU SEMENDA SAMPAI DENGAN DERAJAD KEDUA DGN PARA PIHAK.
d. TIDAK MEMPUNYAI KEPENTINGAN FINANSIAL ATAU KEPENTINGA LAIN ATAS KEPUTUSAN ARBITRASE.
e. MEMILIKI PENGALAMAN PALING SEDIKIT 15 TAHUN.
f. HAKIM, JAKSA DAN PANITERA TIDAK DAPAT DITUNJUK SEBAGI ARBITER.

KARAKTER ARBITRASE :
• Para pihak mempunyai kontrol yang besar atas proses arbitrase.
• Kesempatan mengajukan bantahan dan alat-alat bukti.
• Aturan pembuktian lebih informal.
• Persidangan bisa melalui konperensi telepon atau video atau dokumen saja.
• Masalah pertanggungjawaban (liability) dapat diperiksa terpisah dengan masalah jumlah ganti rugi; atau masalah hukum diperiksa dan diputuskan terlebih dahulu.
• Para pihak dapat meminta klarifikasi/penjelasan, koreksi, atau putusan tambahan atas putusan yang dijatuhkan.
JENIS ARBITRASE
• ADHOC
Arbitrase perorangan/insidentil; non-administered; arbitrase yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus sengketa tertentu. Setelah sengketa diputus, keberadaan dan fungsi arbitrase tersebut lenyap dan berakhir dengan sendirinya 

ARBITRASE MELEMBAGA (INSTITUTIONALIZED)
Sengketa akan diselesaikan oleh suatu lembaga/badan arbitrase menurut peraturan acara yang sudah ada, kecuali ditentukan lain oleh para pihak. Lembaga/badan arbitrase sudah ada sebelum sengketa timbul, dan tetap berdiri atau tidak bubar meskipun sengketa yang ditangani selesai diputus.
• Contoh: BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) dan BAPMI (Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia) 

KELEBIHAN ARBITRASE MELEMBAGA :
• Mengawasi dan menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk membantu kelancaran penyelenggaraan proses arbitrase;
• Menyediakan daftar arbiter (yang mempunyai keahlian di berbagai bidang, di berbagai negara, dan menguasai berbagai bahasa);
• Menyediakan peraturan acara arbitrase yang lengkap dan sudah teruji;
• Membantu penanganan masalah administrasi yang berkaitan dengan proses arbitrase (mis. Biaya arbiter, biaya administrasi perkara);
• Membantu agar putusan arbitrase yang dijatuhkan berkualitas dan dapat dilaksanakan;
• Putusan arbitrase yang dijatuhkan biasanya memperoleh penghargaan/ penghormatan yang lebih besar dibandingkan putusan arbitrase ad hoc.

ACARA ARBITRASE (UU NO. 30 TAHUN 1999) :
• PENUNJUKAN ARBITER/MAJELIS ARBITER OLEH PARA PIHAK/KETUA PN
• PEMERIKSAAN DILAKUKAN SECARA TERTULIS, ATAU LISAN ATAS PERSETUJUAN PARA PIHAK
• PEMOHON MENYAMPAIKAN KEPADA ARBITER/MAJELIS ARBITER SURAT TUNTUTAN YG MEMUAT: (a) NAMA LENGKAP DAN TEMPAT TINGGAL ATAU KEDUDUKAN PARA PIHAK. (b) URAIAN SINGKAT TTG SENGKETA DISERTAI LAMPIRAN BUKIT-BUKTI (c) ISI TUNTUTAN
• ARBITER MENYAMPAIKAN SATU SALINAN SURAT TUNTUTAN KPD TERMOHON DGN DISERTAI PERINTAH UNTUK MEMBERIKAN JAWABAN TERTULIS DALAM WKT PLG LAMA 14 HARI SEJAK DITERIMA SALINAN TUNTUTAN.
• ARBITER MENYERAHKAN SALINAN JAWABAN TERMOHON DISERAHKAN KPD PEMOHON
• ARBITER MEMINTA PARA PIHAK MENGHADAP SIDANG ARBITRASE.
• DALAM HAL TERMOHON SETELAH 14 HARI TIDAK MENYAMPAIKAN JAWABAN, TERMOHON DIPANGGIL MENGHADAP SIDANG ARBITRASE.
• TERMOHON MELALUI JAWABANNYA ATAU DALAM SIDANG PERTAMA DAPAT MENGAJUKAN TUNTUTAN BALASAN
• PEMOHON MENANGGAPI TUNTUTAN BALASAN
• JIKA PADA SIDANG PERTAMA, SETELAH DIPANGGIL SECARA PATUT, PEMOHON TIDAK HADIR TANPA ALASAN YANG SAH, SURAT TUNTUTAN DINYATAKAN GUGUR.
• JIKA PADA SIDANG PERTAMA SETELAH DIPANGGIL SECARA PATUT, TERMOHON TIDAK HADIR TANPA ALASAN YANG SAH, TERMOHON DIPANGGIL SEKALI LAGI.
• JIKA SETELAH PEMANGGILAN KEDUA, TERMOHON TIDAK HADIR TANPA ALASAN YANG SAH, PEMERIKSAAN DILANJUTKAN TANPA KEHADIRAN TERMOHON DAN TUNTUTAN PEMOHON DIKABULKAN KECUALI TUNTUTAN ITU TIDAK BERALASAN ATAU TIDAK BERDASARKAN HUKUM.
• JIKA PADA SIDANG PERTAMA, PARA PIHAK HADIR, ARBITER USAHAKAN PERDAMAIAN
• DALAM HAL PERDAMAIAN TIDAK TERCAPAI, PEMERIKSAAN POKOK PERKARA DIMULAI.
• PARA PIHAK DIBERI KESEMPATAN TERAKHIR KALI UNTUK SECARA TERTULIS MENJELASKAN PENDIRIANNYA DAN MENGAJUKAN ALAT-ALAT BUKTI.
• SEBELUM ADA JAWABAN TERMOHON, PEMOHON DIBOLEHKAN MENCABUT SURAT PERMOHONAN.
• DALAM HAL TELAH ADA JAWABAN TERMOHON, PERUBAHAN/PENAMBAHAN TUNTUTAN HANYA DIPERBOLEHKAN ATAS PERSETUJUAN TERMOHON DAN HANYA TENTANG FAKTA-FAKTA SAJA.
• ATAS PERINTAH ARBITER ATAO PARA PIHAK SAKSI AHLI DAPAT DIHADIRKAN ATAS BEBAN PARA PIHAK/ PIHA YANG MEMINTA.
• SAKSI AHLI SEBELUM BERI KETERANGAN DIAMBIL SUMPAH.
• SIDANG ARBITRASE BERLANGSUNG PALING LAMA 180 HARI SEJAK ARBITER/MAJELIS ARBITER DIBENTUK DAN DAPAT DIPERPANJANG.
• ARBITER/MAJELIS ARIBTER BERWENANG MEMBUTA PUTUSAN PROVISIONIL/SELA, MISAL SITA JAMINAN, PENITIPAN BARANG KPD PIHAK KETIGA. 
• PEMERIKSAAN TELAH SELESAI, DITUTUP DAN DITETAPKAN HARI SIDANG PENGUCAPAN PUTUSAN ARBITRASE.

PUTUSAN ARBITRASE HARUS MEMUAT:
a. kepala putusan yang berbunyi: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
b. NAMA LENGKAP DAN ALAMAT PARA PIHAK.
c. URAIAN SINGKAT SENGKETA.
d. PENDIRIAN PARA PIHAK.
e. NAMA LENGKAP DAN ALAMAT ARBITER.
f. PERTIMBANGAN DAN KESIMPULAN ARBITER MENGENAI KESELURUHAN SENGKETA.
g. PENDAPAT TIAP ARBITER DLM HAL TERJADI PERBEDAAN PENDAPAT.
h. AMAR PUTUSAN.
i. TEMPAT DAN TANGGAL PUTUSAN.
j. TANDA TANGAN ARBITER.

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE :
• 30 HARI SEJAK TGL PENGUCAPAN PUTUSAN, SALINAN OTENTIK PUTUSAN ARBITRASE DISERAHKAN DAN DIDAFTARKAN OLEH ARBITER KEPADA PANITERA PENGADILAN NEGERI.
• PANITERA PN MEBUAT PENCATATAN ATAU PENANDATANGANAN PADA BAGIAN AKHIR PUTUSAN ATAU DIPINGGIRNYA
• ARBITER/KUASANYA MENYERAHKAN PUTUSAN DAN LEMBAR ASLI PENGANGKATAN SEBAGAI ARBITER KPD PANITERA PN.

MEDIASI :
MEDIASI DI LUAR PENGADILAN: DIGUNAKAN UNTUK MENYELESAIKAN SENGKETA-SENGKETA YANG BELUM SAMPAI KE PENGADILAN SECARA SUKARELA BERDASARKAN KETENTUAN UU MISALKAN UU LINGKUNGAN HIDUP, UU KEHUTANAN, UU HAM, ATAU ATAS DASAR KEBIJAKAN, MISALKAN PERATURAN BI NO. 8/5/PBI/2006.

MEDIASI TERINTEGRASI DENGAN PENGADILAN :
DASAR HUKUM PASAL 130 HIR 154 RBg, dan PERMA NO. 1 TAHUN 2008


PERMA NO 1 THN 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan :
• Berlaku Wajib di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama
• Semua sengketa perdata kecuali yang diselesaikan pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan BPSK dan putusan KPPU.
• Pada sidang pertama yang dihadiri lengkap para pihak, majelis hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.

Para Pihak Berhak Memilih Mediator (Pasal 8) 
Pilihan-pilihan berikut:
a. Hakim bukan pemeriksa perkara;
b. Advokat atau akademisi hukum;
c. Profesi bukan hukum 
d. Hakim majelis pemeriksa perkara;
e. Gabungan

Mediator ditunjuk (Pasal 11) :
• Para pihak diberi waktu 3 hari kerja untuk memilih mediator.
• Jika tidak mampu, Ketua Majelis hakim menunjuk hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat sebagai mediator.
• Jika tidak ada hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat, Ketua Majelis menunjuk hakim pemeriksa perkara sebagai mediator.

SERTIFIKASI MEDIATOR(Pasal 6) :
• Pada asasnya tiap mediator (hakim dan bukan hakim)harus bersertifikat.
• Jika dalam sebuah Pengadilan tidak ada mediator bersertifikat, hakim berwenang menjadi mediator walau tanpa sertifikat.
• Sertifikat diperoleh setelah mengikuti pelatihan oleh lembaga yang diakreditasi MARI.

DAFTAR MEDIATOR (PASAL 9) :
• Tiap Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama menyediakan daftar mediator: sekurang-kurangnya lima mediator. 
• Mediator bukan hakim yang bersertifikat mengajukan permohonan tertulis kepada Ketua PN dan PA agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator.
• Ketua PN dan PA mengevaluasi daftar mediator tiap tahun.
• Ketua PN dan PA berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar karena alasan: mutasi tugas, berhalangan tetap, etidakaktifan, dan pelanggaran pedoman perilaku.

Honorarium (Pasal 10) :
• Mediator hakim tanpa biaya.
• Mediator bukan hakim ditanggung para pihak berdasarkan kesepakatan.

Prinsip-Prinsip Proses Mediasi :
• Bersifat tertutup , kecuali para pihak menghendaki lain (Pasal 6).
• Menempuh proses mediasi dengan iktikad baik (Pasal 12 ayat 1).
• Salah Satu pihak dapat mundur jika pihak lawan tidak beriktikad baik (Pasal 12 ayat 2).
• Pengakuan dan pernyataan dalam proses mediasi tidak dapat jadi alat bukti dalam litigasi jika mediasi gagal perkara lanjut ke litigasi (Pasal 19 ayat (1).
• Catatan Mediator wajib dimusnahkan (Pasal 19 ayat (2).
• Mediator tidak boleh menjadi saksi dalam persidangan perkara ybs (Pasal 19 ayat (3).
• Mediator tidak dapat dikenai tanggungjawab pidana dan perdata atas isi kesepakatan perdamaian (Pasal 19 ayat 4).
• Boleh ada Kaukus: Pertemuan Mediator dengan salah satu pihak saja (Pasal 15 ayat (3).





Keterlibatan Ahli (Pasal 16) :
• Kekuatan Pandangan ahli diserhakan kepada para pihak.
• Biaya ahli ditanggung para pihak atas dasar kesepakatan.

Mencapai Kesepakatan (Pasal 17) :
• Kesepakatan perdamaian dirumuskan tertulis.
• Jika dalam proses mediasi, para pihak diwakili kuasa hukum, harus ada persetujuan tertulis prinsipal/pihak materiil.
• Mediator memeriksa isi kesepakatan untuk menghindari kesepakatan yang bertentang dengan hukum, tidak dapat dieksekusi, atau tidak iktikad baik.
• Para pihak menghadap hakim kembali memberitahu kesepakatan perdamaian.
• Para pihak dapat meminta kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.
• Jika tidak menghendaki akta perdamaian, harus memuat klausula pencabutan gugatan/Perkara berakhir.

Tidak Mencapai Kesepakatan (Pasal 18 ) :
• Setelah 40 hari kerja kesepakatan damai tidak dicapai, mediator menyatakan mediasi gagal (Pasal 18).
• Mediator berwenang menyatakan mediasi gagal jika salah satu pihak dua kali turut-turut tidak hadir dalam pertemuan mediasi (Pasal 14 ayat (1).
• Mediator menyatakan mediasi tidak layak jika perkar terkait dengan pihak lain yang tidak terlibat dalam proses mediasi (Pasal 14 ayat (2).

Tempat Mediasi (Pasal 20) :
• Mediator hakim hanya boleh memediasi perkara di ruang yang tersedia di Pengadilan.
• Mediator bukan hakim boleh memediasi di Pengadilan dan di luar Pengadilan.
• Jika di luar Pengadilan, biaya ditanggung para pihak.

Perdamaian Tingkat Banding, Kasasi, dan PK (Pasal 21) :
• Atas kesepakatan para pihak, perdamaian dapat ditempuh dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Ketua PN/PA yang mengadili perkara ybs.
• Jika perkara sudah diperiksa di tingkat banding, kasasi atau PK, hakim banding, hakim kasasi, hakim PK, wajib menunda pemeriksaan selama 14 hari kerja sejak diterimanya kehendak para pihak berdamai
• Jika berkas dan memori banding, kasasi atau PK belum dikirimkan, Ketua PN/PA wajib menunda pengiriman berkas-berkas.
• Jika para pihak menghendaki mediator, Ketua PN/PA menunjuk seorang hakim/lebih.
• Perdamaian dilaksanakan di PN/PA yang berwenang atau di tempat lain yang disepakati para pihak.
• Hakim pemeriksa perkara tingkat pertama tidak boleh menjadi mediator, kecuali tidak ada haki lainnya.

(Pasal 22) :
• Jika dicapai kesepakatan damai, dapat diajukan ke hakim banding, hakim kasasi dan hakim PK untuk memperoleh akta perdamaian.
• Hakim banding, hakim kasasi atau hakim PK dalam waktu 30 hari kerja menyiapkan akta perdamaian.

Kesepakatan di Luar Pengadilan (Pasal 23) :
• Kesepakatan Perdamaian di luar Pengadilan dapat dikuatkan dengan akta perdamaian oleh hakim.
• Kesepakatan damai itu harus difasilitasi oleh mediator yang bersertifikat.
• Salah satu pihak mengajukan gugatan dengan melampirkan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen terkait.

• Hakim dapat menguatkan kesepakatan perdamaian dengan akta perdamaian jika kesepakatan perdamaian itu memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Sesuai kehendak para pihak;
b. Tidak bertentnagn dengan hukum;
c. Tidak merugikan pihak ketiga.
d. Dapat dieksekusi.
e. Dengan iktikad baik.

TIPE PERUNDINGAN :
• PERUNDINGAN BERDASARKAN POSISI (POSITIONAL-BASED NEGOTIATION). POSISI: APA YANG DITUNTUT/DIKEHENDAKI DAN APA YANG DITOLAK.
• PERUNDINGAN BERDASARKAN KEPENTINGAN (INTEREST-BASED NEGOTIATION). KEPENTINGAN: SUBSTANTIF, PROSEDURAL DAN PSIKOLOGIS

PERUNDINGAN BERDASARKAN POSISI :
• BERSIFAT LUNAK (SOFT)
• BERSIFAT ALOT/LIAT (HARD)


PERBANDINGAN ANTARA PERUNDINGAN LUNAK DAN LIAT :
LUNAK LIAT
PARA PERUNDING ADALAH TEMAN PARA PERUNDING ADALAH LAWAN
TUJUAN UNTUK MENCAPAI KESEPAKATAN TUJUAN SEMATA-MATA MENCAPAI KEMENANGAN
MAU MEBERI KONSESI DEMI HUBUNGAN BAIK LEBIH BANYAK MENUNTUT KONSESI
BERSIKAP BAIK PADA LAWAN RUNDING DAN LUNAK TERHADAP SENGKETA BERSIKAP KERAS TERHADAP LAWAN RUNDING DAN JUGA THD SENGKETA

























PERUNDINGAN BERDASARKAN KEPENTINGAN :
• PARA PERUNDING ADALAH PEMECAH MASALAH.
• TUJUAN UNTUK MENCAPAI KESEPAKATAN YANG MENCERMINKAN KEBUTUHAN PARA PIHAK.
• MEMISAHKAN ANTARA ORANG DAN MASALAH
• LUNAK TERHADAP ORANG, TETAPI KERAS PADA MASALAH.
• KEPERCAYAAN DIBANGUN ATAS DASAR SITUASI.
• FOKUS PADA KEPENTINGAN BUKAN POSISI.
• CARI DAN BUAT PILIHAN-PILIHAN PENYELESAIAN UNTUK TIAP MASALAH.
• BAHAS PILIHAN-PILIHAN SECARA INTENSIF SEBELUM MEMBUAT KEPUTUSAN.
• BERPEGANG PADA KRITERIA OBJEKTIF: PRAKTIK DALAM MASYARAKAT, NILAI PASAR, UKURAN ILMIAH, UKURAN PROFESSIONAL, HUKUM.
• MENGGUNAKAN ARGUMENTASI DAN ALASAN, TERBUKA THD ARGUMENTASI LAWAN.


TAHAP-TAHAP PROSES MEDIASI :
• MENJALIN HUBUNGAN DENGAN PARA PIHAK.
• MEMILIH STRATEGI MEDIASI
• MENYUSUN RENCANA MEDIASI
• MEMBANGUN KEPERCAYAAN PARA PIHAK.
• MEMULAI SIDANG MEDIASI
• MERUMUSKAN MASALAH DAN MENYUSUN AGENDA
• MENGUNGKAPKAN KEPENTINGAN TERSEMBUNYI PARA PIHAK.
• MEMBANGKITKAN PILIHAN-PILIHAN PENYELESAIAN MASALAH.
• MENGANALISIS PILIHAN-PEILIHAN
• PROSES TAWAR MENAWAR
• MENCAPAI PENYELESAIAN FORMAL.

Arbitrase

Arbitrase

Arbitrase merupakan merupakan salah satu bentuk lain penyelesaian perkara atau sengketa diluar Peradilan. Oleh sebab itu dapat dipahami jika Arbitrase dalam beberapa hal sama-sama mempunyai keuntungan dan kelemahan, selain itu proses penyelesaian melalui Arbitrase lebih memberikan kebebasan, alternative penyelesaian, otonomi dan kerahasiaan kepada para pihak.
Penyelesaian melalui Arbitrase memilki beberapa keunggulan jika di bandingkan dengan proses penyelesaian melalui Peradilan, seperti beberapa hal berikut ini :
Pertama : para pihak didalam Arbitrase dapat memilih Hakim yang diinginkan, sehingga dipandang dapat menjamin netralitas dan keahlian yang diperlukan dalam menyelesaikan sengketa.
Kedua : para pihak juga dapat menetapkan hukum yang mana yang akan diaplikasikan dalam pemeriksaan sengketa, dan melalui hal ini dapat ditekan rasa takut, was-was dan ketidakyakinan mengenai hukum substantive dari negara.
Ketiga : kerahasaian dalam proses penyelesaian melalui Arbitrase akan melindungi para pihak dari pengungkapan kepada umum mengenai segala sesuatu hal yang dapat merugikan. Selain itu proses penyelesaian Arbitrase seringkali dipandang sebagai penyelesaian sengketa yang lebih efisien dalam biaya maupun waktu pelaksanaannya, jika dibandingkan penyelesaian melalui Peradilan umum.
Keempat : Arbiter pada umumnya memiliki kearifan dalam memeriksa sengketa, menyelesaikan dan menerapkan prinsip hukum serta pertimbangan-pertimbangan hukum.
Kelima : penyelesaian melalui Arbitrase dipandang lebih cepat jika penyelesaian sengketa melalui Peradilan umum, karena penyelesaian melalui Arbitrase di berikan batas waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Arbitrase terbentuk.
Pelaksanaan Arbitrase harus didasari pada kesepakatan dari para pihak dalam bentuk tertulis, untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam realisasi suatu Perjanjian. Kesepakatan tersebut dapat diatur dalam dan merupakan suatu klausula dalam Perjanjian, atupun dibuat sendiri oleh para pihak setelah sengketa terjadi.
Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, sekalipun Putusan tersebut tidak dtandatangani oleh seorang Arbiter. Sedangkan Putusan Arbitrase internasional harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan menyertakan Putusan otentik dan naskah terjemahan resmi dalam bahasa Indonesia.
Mediasi adalah negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi, yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping, pemangkin, dan penasihat. Sebagai salah satu mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak masyarakat dan diterapkan kepada berbagai kasus konflik. Bisakah Anda menyebutkan contohnya?

Dari mana datangnya mediator?

Mediator terlibat di dalam suatu konflik atau sengketa karena berbagai alasan, misalnya karena diminta pihak-pihak yang bertikai, karena terdorong keinginan membantu teman, atau karena ada aturan yang menugaskannya supaya menjadi mediator bila diperlukan. Contractual mediation ialah mediasi yang terjadi karena ada aturan dan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Aturan itu, misalnya, mengatakan bahwa pihak-pihak yang bertikai harus menerima mediasi bila mereka gagal menyelesaikan sengketa mereka melalui negosiasi. Biasanya, hubungan mediator dengan pihak-pihak pihak yang bertikai bersifat jangka pendek dan si mediator lebih memperhatikan penyelesaian.
Mediasi disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan anggota dari sistem sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau ingin memberikan kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider. 

Bias dan etika mediator

Seorang mediator menjalankan tugasnya dengan beberapa pedoman berikut: (1) tidak memihak (impartial), (2) menjaga hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang bertikai. Kadang-kadang, seorang mediator memiliki bias, misalnya cenderung kepada salah satu pihak yang bertikai (sebelum mediasi) atau cenderung memihak posisi salah satu pihak yang bertikai (ketika mediasi berlangsung). Dalam mediasi yang emergent, seringkali pihak-pihak yang bertikai dapat menerima bias si mediator.

Strategi dan taktik mediasi

Ada banyak taktik yang dapat dilakukan mediator ketika melakukan intervensi. Penggunaan taktik mediasi amat tergantung pada aneka faktor dan suasana suasana. Contoh-contoh taktik:
  1. mengusahakan supaya pihak-pihak yang bertikai menerima mediasi
  2. mengusahakan supaya pihak-pihak yang bertikai mempercayai mediator
  3. mengusahakan supaya pihak-phak yang bertikai mempercayai proses mediasi.
  4. mengumpulkan informasi
  5. menjalin hubungan (rapport) dengan pihak-pihak yang terlibat
  6. mengontrol komunikasi di antara pihak-pihak yang bertikai (e.g. dengan caucus)
  7. mengidentifikasi masalah, isu, posisi.
  8. menyeimbangkan hubungan kekuasaan yang timpang
  9. membantu menyelamatkan muka

Perilaku mediator

Perilaku mediator, yaitu taktik dan strategi apa yang akan ia gunakan, ditentukan oleh konteks mediasi, tujuan atau sasaran mediator, dan persepsi mediator. Beberapa pilihan strategis bagi prilaku mediator adalah:
  1. Problem solving atau integrasi, yaitu usaha menemukan jalan keluar “menang-menang”. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa mediator akan menerapkan pendekatan ini bila mereka memiliki perhatian yang besar terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa jalan keluar menang-menang sangat mungkin dicapai. 
  2. Kompensasi atau usaha mengajak pihak-pihak yang bertikai supaya membuat konsesi atau mencapai kesepakatan dengan menjanjikan mereka imbalan atau keuntungan. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa mediator akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki perhatian yang besar terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa jalan keluar menang-menang sulit dicapai.
  3. Tekanan, yaitu tindakan memaksa pihak-pihak yang bertikai supaya membuat konsesi atau sepakat dengan memberikan hukuman atau ancaman hukuman. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa mediator akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki perhatian yang sedikit terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa kesepakatan yang menang-menang sulit dicapai.
  4. Diam atau inaction, yaitu ketika mediator secara sengaja membiarkan pihak-pihak yang bertikai menangani konflik mereka sendiri. Mediator diduga akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki perhatian yang sedikit terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa kemungkinan mencapai kesepakatan “menang-menang” tinggi.

Efektivitas mediation

Dalam mengevaluasi mediasi, khususnya evaluasi terhadap efektif-tidaknya intervensi mediator yang dilakukan pada saat mediasi, beberapa kriteria berikut dapat digunakan:
1.      Fairness, yaitu menyangkut perhatian mediator terhadap kesetaraan, pengendalian pihak-pihak yang bertikai, dan perlindungan terhadap hak-hak individu.
2.      Kepuasan pihak-pihak yang bertikai, yaitu apakah intervensi mediator membantu memenuhi tujuan pihak-pihak yang bertikai, memperkecil kerusakan, meningkatkan peran serta, dan mendorong komitmen.
3.      Efektivitas umum, seperti kualitas intervensi, permanen tidaknya intervensi, dapat tidaknya diterapkan.
4.      Efisiensi dalam waktu, biaya, dan kegiatan.
5.      Apakah kesepakatan tercapai atau tidak.
Beberapa kondisi di balik keberhasilan mediasi adalah:
1.      Serupa negosiasi, mediasi lebih efektif untuk konflik yang moderat daripada konflik yang gawat.
2.      Mediasi lebih efektif bila para pihak yang bertikai memiliki motivasi yang tinggi mencapai kesepakatan, misalnya ketika mereka sedang berada dalam jalan buntu yang amat merugikan mereka sehingga mereka tidak tahan mengalami status quo tersebut lebih lama lagi (disebut dengan hurting stalemate).
3.      Mediasi lebih efektif bila pihak-pihak yang bertikai bersungguh-sungguh menerima mediasi, bila tidak ada kekurangan atau kelangkaan sumberdaya yang parah, bila isu yang ditengahi tersebut tidak menyangkut prinsip-prinsip umum, dan bila pihak-pihak yang bertikai relatif setara dalam kekuasaan.
4.      Mediasi lebih efektif bila ada ancaman arbitrase sebagai langkah selanjutnya setelah mediasi gagal.

Efektivitas prilaku mediator

Ada beberapa jenis tindakan mediator yang terbukti efektif  terlepas dari situasi pertikaiannya. Contohnya adalah:
1.      Mediator yang dapat mengontrol komunikasi di antara pihak-pihakyang bertikai dapat membantu mereka memahami posisi satu sama lain sehingga membantu pencapaian kesepakatan.
2.      Mediator yang dapat mengontrol agenda mediasi akan meningkatkan keberhasilan mediasi, misalnya mempercepat pencapaian kesepakatan, membantu meyakinkan pihak-pihak yang bertikai bahwa kesepakatan dapat dicapai.
3.      Mediasi bergaya bersahabat juga efektif terlepas dari tekanan waktu yang dihadapi para perunding.
4.      Mediator dapat mengatasi masalah “devaluasi reaktif” dengan mendaku suatu proposal sebagai proposalnya, bila proposal itu dapat diterima suatu pihak tetapi akan ditolak bila diajukan oleh pihak lain.
5.      Membuat konsesi terhadap mediator tidak tampak sebagai pertanda kelemahan seorang perunding dan dapat menjadi salah satu cara menyelamatkan muka.
6.      Mediator dapat mengurangi optimisme seorang perunding tentang kemungkinan pihak lawan akan membuat konsesi besar, sehingga mempermudah si perunding membuat konsesi.
7.      Para mediator menganggap bahwa semakin aktif dan semakin banyak mereka menggunakan taktik-taktik mediasi, semakin efektif pula usaha mereka sebagai mediator.
Berikut ini adalah beberapa jenis tindakan mediator yang keberhasilannya tergantung pada situasi konflik atau sengketa. Tindakan tersebut adalah:
1.      Intervensi yang dilakukan secara langsung dan kuat dapat efektif bila konflik antara pihak-pihak yang bertikai begitu mendalam sehingga mereka tidak dapat melakukan problem solving bersama. Akan tetapi, intervensi semacam ini bisa merugikan bila para pihak yang bertikai dapat berbicara kepada satu sama lain.
2.      Taktik-taktik mediator yang substantif dan kuat secara positif berhubungan dengan pencapaian kesepakatan apabila tingkat permusuhan tinggi, tetapi berhubungan secara negatif dengan pencapaian kesepakatan bila permusuhan rendah.
3.      Usaha meningkatkan komunikasi dan saling pengertian di antara para perunding akan efektif bila tingkat permusuhan tinggi dan perbedaan posisi besar.
4.      Tindakan mediator merangsang gagasan dan pikiran baru dengan mengajukan masalah yang akan diselesaikan bisa efektif bila suasan permusuhannya tinggi dan para pihak yang bertikai kesulitan melakukan problem solving.
5.      Taktik menekan (misalnya dengan mengatakan bahwa posisi salah satu pihak tidak realistis) secara positif terkait dengan pencapaian kesepakatan bila intensitas konfliknya tinggi, tetapi secara negatif terkait dengan pencapaian kesepakatan bila intensitas konfliknya rendah.
6.      Intervensi yang dilakukan mediator pada tahap dini tepat bila permusuhan terbuka menghadang di depan mata. Dengan kata lain, argumen yang mengatakan mediator harus menunggu sampai pihak-pihak yang bertikai berada dalam jalan buntu yang merugikan (hurting stalemate), tidak selalu dapat diandalkan. Tindakan para perunding, misalnya saling menyerang dan menyalahkan, dapat menimbulkan eskalasi sehingga konflik sulit dikendalikan. Selain itu, semakin banyak korban yang jatuh karena konflik, semakin sedikit yang dapat diperoleh dalam mediasi.
7.      Mediasi dapat berhasil dalam jangka panjang bila (a) pihak-pihak yang terlibat menerima butir-butir kesepakatan, (b) terjadi peningkatan hubungan di antara mereka, (c) tidak ada masalah baru yang timbul.
8.      Mediasi dapat berhasil dalam jangka panjang bila (a) pihak-pihak yang terlibat mediasi melakukan problem solving bersama pada tahap diskusi dan pembicaraan tentang prosedur mediasi; (b) pihak-pihak yang bertikai merasa bahwa prosedur yang fair digunakan dalam mediasi; dan (c) mereka diberi kesempatan mengemukakan masalah dan keprihatinan mereka.

Beberapa topik riset mutakhir

·       Proses kognisi dan pembuatan keputusan. Berbagai proses kognisi dan pembuatan keputusan tidak hanya relevan dalam perundingan. Di dalam kajian-kajian mediasi, hal ini juga menjadi topik penelitian yang hangat. Bagaimana, misalnya, mediator membantu para perunding supaya lebih rasioal dan sistematis dalam mediasi; apakah mediator juga dapat dilanda berbagai bias dan jalan pintas dalam pembuatan keputusan seperti halnya perunding; dan lain-lain. Ada penelitian yang menyimpulkan bahwa mediator cenderung menghindari kerugian (mediator akan kehilangan penghasilan bila para perunding gagal mencapai kesepakatan) daripada meraih perolehan (mediator akan mendapatkan uang bila perunding mencapai kesepakatan). Mediator yang berbingkai mehindari kerugian cenderung menggunakan taktik yang kuat dan keras daripada mediator yang berbingkai meraih perolehan, walaupun nilai uang yang mereka peroleh sama.
·       Kekuasaan mediator. Kekuasaan mediator bersumber dari berbagai hal, seperti reputasi, otoritas, dan kemampuan memberikan hukuman kepada pihak-pihak yang bertikai. Kekuasaan cenderung mendorong mediator menggunakan taktik yang keras – misalnya bila ia memiliki kapasitas melakukan arbitrase. Demikian pula seorang hakim yang menjadi mediator. Penelitian juga menunjukkan bahwa mediator yang memiliki kekuasaan menghukum dapat mendesakkan konsesi. Bila mediator memaksakan hasil atau jalan keluar di dalam suatu mediasi, maka kepentingan mendasar para perunding dapat terancam. Sebaliknya, bila para perunding lebih kuat dari mediator, maka para perunding yang bertikai lebih mudah menerima mediator dan perilaku mereka kurang bermusuhan. Tetapi, mereka juga tidak begitu dapat dipengaruhi mediator.
Perilaku perunding terhadap mediator. Para perunding menggunakan pembuatan konsesi sebagai taktik mempengaruhi strategi seorang mediator, misalnya untuk menghindari intervensi dari mediator yang diperkirakan akan menggunakan taktik yang keras. Sebaliknya, para perunding cenderung menahan diri dari pembuatan konsesi bila mediatornya dapat memberikan imbalan di kemudian hari, mungkin karena berharap bahwa konsesi yang akan mereka buat dapat ditukar dengan imbalan

negoisasi

Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi.Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu. Contoh kasus mengenai negosiasi, seperti Christopher Columbus meyakinkan Ratu Elizabeth untuk membiayai ekspedisinya saat Inggris dalam perang besar yang memakan banyak biayaatau sengketa Pulau Sipadan-Ligitan - pulau yang berada di perbatasa Indonesia dengan Malaysia - antara Indonesia dengan Malaysia

Keterampilan - keterampilan dasar

Berikut ini, adalah keterampilan -keterampilan dasar dalam bernegosiasi :
  1. Ketajaman pikiran / kelihaian
  2. Sabar
  3. Kemampuan beradaptasi
  4. Daya tahan
  5. Kemampuan bersosialisasi
  6. Konsentrasi
  7. Kemampuan berartikulasi
  8. Memiliki selera humor

[sunting]
Tanpa kita sadari, setiap hari kita sesungguhnya selalu melakukan negosiasi. Negosiasi adalah sesuatu yang kita lakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan kita. Selain itu negosiasi adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan.
Kita memperoleh apa yang kita inginkan melalui negosiasi. Mulai dari bangun pagi, mungkin kita harus mengambil kesepakatan siapa yang harus menggunakan kamar mandi terlebih dahulu, kemudian apakah sopir harus mengantar isteri anda atau anda terlebih dahulu. Demikian pula di kantor misalnya kita melakukan negosiasi dalam rapat direksi, rapat staf, bahkan untuk menentukan di mana akan makan siang kita harus bernegosiasi dengan rekan sekerja kita.
Jadi kita semua pada dasarnya adalah negosiator. Beberapa dari kita melakukannya dengan baik, sedangkan sebagian lagi tidak pernah memenangkan negosiasi. Sebagian kita hanya menjadi pengikut atau selalu mengikuti dan mengakomodasi kepentingan orang lain. Negosiasi dilakukan oleh semua manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya. Mulai dari anak kecil sampai orang tua, semua lapisan dari kalangan sosial terbawah sampai dengan kaum elit di kalangan atas.
Negosiasi dilakukan mulai dari rumah, sekolah, kantor, dan semua aspek kehidupan kita. Oleh karena itu penting bagi kita dalam rangka mengembangkan dan mengelola diri (manajemen diri), untuk dapat memahami dasar-dasar, prinsip dan teknik-teknik bernegosiasi sehingga kita dapat melakukan negosiasi serta membangun relasi yang jauh lebih efektif dan lebih baik dengan siapa saja.
Kita bernegosiasi dengan siapa saja, mulai dari isteri atau suami, anak, orang tua, bos kita, teman dan relasi bisnis. Dan kegiatan negosiasi kita lakukan setiap saat setiap hari. Negosiasi dapat berupa apa saja – gaji kita, mobil dan rumah yang kita beli, biaya servis mobil, biaya liburan keluarga, dan sebagainya.
Negosiasi terjadi ketika kita melihat bahwa orang lain memiliki atau menguasai sesuatu yang kita inginkan. Tetapi sekedar menginginkan tidak cukup. Kita harus melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari pihak lain yang memilikinya dan yang juga mempunyai keinginan atas sesuatu yang kita miliki. Sedangkan agar negosiasi dapat terjadi dengan sukses, kita harus juga bersiap untuk memberikan atau merelakan sesuatu yang bernilai yang dapat kita tukar dengan sesuatu yang kita inginkan tersebut.
Dalam buku Teach Yourself Negotiating, karangan Phil Baguley, dijelaskan tentang definisi NEGOSIASI yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Sedangkan negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama, yaitu:
1. senantiasa melibatkan orang – baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok;
2. memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi;
3. menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu –baik berupa tawar menawar (bargain) maupun tukar menukar (barter);
4. hampir selalu berbentuk tatap-muka –yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah;
5. negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi;
6. ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.
Manajemen KonflikKarena setiap negosiasi memiliki potensi konflik dalam seluruh prosesnya, penting sekali bagi kita untuk memahami cara mengatasi atau menyelesaikan konflik. Untuk menjelaskan berbagai alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut menang – kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran manajemen konflik:
1. Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)
Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Kita tidak memaksakan keinginan kita dan sebaliknya tidak terlalu menginginkan sesuatu yang dimiliki atau dikuasai pihak lain.
Cara ini sebetulnya hanya bisa kita lakukan untuk potensi konflik yang ringan dan tidak terlalu penting. Jadi agar tidak menjadi beban dalam pikiran atau kehidupan kita, sebaiknya memang setiap potensi konflik harus dapat segera diselesaikan.

2. Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)

Kuadran kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan atau kompetisi di antara kedua pihak.
Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah, sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.
3. Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)
Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah – mereka menang ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan.
Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadap konflik yang timbul antara kedua pihak. Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwa dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk juga mau mengakomodasi kepentingan kita sehingga selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran pertama.
4. Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya.
Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh . Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.
Negosiasi dengan Hati

Pada dasarnya negosiasi adalah cara bagaimana kita mengenali, mengelola dan mengendalikan emosi kita dan emosi pihak lain. Di sinilah seringkali banyak di antara kita tidak menyadari bahwa negosiasi sebenarnya lebih banyak melibatkan apa yang ada di dalam hati atau jiwa seseorang. Ini seperti gambaran sebuah gunung es, di mana puncak yang kelihatan merupakan hal-hal yang formal, tuntutan yang dinyatakan dengan jelas, kebijakan atau prosedur perusahaan, maupun hubungan atau relasi bisnis yang didasarkan pada hitungan untung rugi.
Sedangkan yang sering dilupakan dalam proses negosiasi adalah hal-hal yang tidak kelihatan, seperti misalnya hasrat, keinginan, perasaan, nilai-nilai maupun keyakinan yang dianut oleh individual yang terlibat dalam konflik atau yang terlibat dalam proses negosiasi. Hal-hal yang di dalam inilah justru seringkali menjadi kunci terciptanya negosiasi yang sukses dan efektif.
Negosiasi sebenarnya melibatkan tiga hal pokok yang kami sebut sebagai Negotiation Triangle, yaitu terdiri dari HEART (yaitu karakter atau apa yang ada di dalam kita yang menjadi dasar dalam kita melakukan negosiasi), HEAD (yaitu metoda atau teknik-teknik yang kita gunakan dalam melakukan negosiasi), HANDS (yaitu kebiasaan-kebiasaan dan perilaku kita dalam melakukan negosiasi yang semakin menunjukkan jam terbang kita menuju keunggulan atau keahlian dalam bernegosiasi).
Jadi sebenarnya tidaklah cukup melakukan negosiasi hanya berdasarkan hal-hal formal, kebijakan dan prosedur, atau teknik-teknik dalam negosiasi. Justru kita perlu menggunakan ketiga komponen tersebut yaitu: karakter, metoda dan perilaku.
Dalam banyak hal, negosiasi justru tidak terselesaikan di meja perundingan atau meja rapat formal, tetapi justru dalam suasana yang lebih informal dan relaks, di mana kedua pihak berbicara dengan hati dan memanfaatkan sisi kemanusiaan pihak lainnya. Karena pada dasarnya selain hal-hal formal yang ada dalam proses negosiasi, setiap manusia memiliki keinginan, hasrat, perasaan, nilai-nilai dan keyakinan yang menjadi dasar bagi setiap langkah pengambilan keputusan yang dilakukannya.
Langkah-langkah bernegosiasi
Persiapan

Langkah pertama dalam melakukan negosiasi adalah langkah persiapan. Persiapan yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi negosiasi yang akan kita lakukan. Hal tersebut akan memberikan rasa percaya diri yang kita butuhkan dalam melakukan negosiasi. Yang pertama harus kita lakukan dalam langkah persiapan adalah menentukan secara jelas apa yang ingin kita capai dalam negosiasi. Tujuan ini harus jelas dan terukur, sehingga kita bisa membangun ruang untuk bernegosiasi. Tanpa tujuan yang terukur, kita tidak memiliki pegangan untuk melakukan tawar-menawar atau berkompromi dengan pihak lainnya.
Hal kedua dalam persiapan negosiasi adalah kesiapan mental kita. Usahakan kita dalam kondisi relaks dan tidak tegang. Cara yang paling mudah adalah dengan melakukan relaksasi. Bagi kita yang menguasai teknik pemrograman kembali bawah sadar (subconscious reprogramming) kita dapat melakukan latihan negosiasi dalam pikiran bawah sadar kita, sehingga setelah melakukannya berkali-kali secara mental, kita menjadi lebih siap dan percaya diri.
Pembukaan
Mengawali sebuah negosiasi tidaklah semudah yang kita bayangkan. Kita harus mampu menciptakan atmosfir atau suasana yang tepat sebelum proses negosiasi dimulai. Untuk mengawali sebuah negosiasi dengan baik dan benar, kita perlu memiliki rasa percaya diri, ketenangan, dan kejelasan dari tujuan kita melakukan negosiasi. Ada tiga sikap yang perlu kita kembangkan dalam mengawali negosiasi yaitu: pleasant (menyenangkan), assertive (tegas, tidak plin-plan), dan firm (teguh dalam pendirian). Senyum juga salah satu hal yang kita perlukan dalam mengawali sebuah negosiasi, sehingga hal tersebut akan memberikan perasaan nyaman dan terbuka bagi kedua pihak. Berikut ada beberapa tahapan dalam mengawali sebuah negosiasi:
a. Jangan memegang apa pun di tangan kanan anda ketika memasuki ruangan negosiasi;
b. Ulurkan tangan untuk berjabat tangan terlebih dulu;
c. Jabat tangan dengan tegas dan singkat;
d. Berikan senyum dan katakan sesuatu yang pas untuk mengawali pembicaraan.
Selanjutnya dalam pembicaraan awal, mulailah dengan membangun common ground, yaitu sesuatu yang menjadi kesamaan antar kedua pihak dan dapat dijadikan landasan bahwa pada dasarnya selain memiliki perbedaan, kedua pihak memiliki beberapa kesamaan yang dapat dijadikan dasar untuk membangun rasa percaya.
Memulai proses negosiasi
Langkah pertama dalam memulai proses negosiasi adalah menyampaikan (proposing) apa yang menjadi keinginan atau tuntutan kita. Yang perlu diperhatikan dalam proses penyampaian tujuan kita tersebut adalah:
a. Tunggu saat yang tepat bagi kedua pihak untuk memulai pembicaraan pada materi pokok negosiasi;
b. Sampaikan pokok-pokok keinginan atau tuntutan pihak anda secara jelas, singkat dan penuh percaya diri;
c. Tekankan bahwa anda atau organisasi anda berkeinginan untuk mencapai suatu kesepakatan dengan mereka;
d. Sediakan ruang untuk manuver atau tawar-menawar dalam negosiasi, jangan membuat hanya dua pilihan ya atau tidak;
e. Sampaikan bahwa ”jika mereka memberi anda ini anda akan memberi mereka itu – if you’ll give us this, we’ll give you that.” Sehingga mereka mengerti dengan jelas apa yang harus mereka berikan sebagai kompensasi dari apa yang akan kita berikan.
f. Hal kedua dalam tahap permulaan proses negosiasi adalah mendengarkan dengan efektif apa yang ditawarkan atau yang menjadi tuntutan pihak lain. Mendengar dengan efektif memerlukan kebiasaan dan teknik-teknik tertentu. Seperti misalnya bagaimana mengartikan gerakan tubuh dan ekspresi wajah pembicara. Usahakan selalu membangun kontak mata dengan pembicara dan kita berada dalam kondisi yang relaks namun penuh perhatian.
Zona Tawar Menawar (The Bargaining Zone)
Dalam proses inti dari negosiasi, yaitu proses tawar menawar, kita perlu mengetahui apa itu The Bargaining Zone (TBZ). TBZ adalah suatu wilayah ruang yang dibatasi oleh harga penawaran pihak penjual (Seller’s Opening Price) dan Tawaran awal oleh pembeli (Buyer’s Opening Offer). Di antara kedua titik tersebut terdapat Buyer’s Ideal Offer, Buyer’s Realistic Price dan Buyer’s Highest Price pada sisi pembeli dan Seller’s Ideal Price, Seller’s Realistic Price dan Seller’s Lowest Price pada sisi pembeli.
Kesepakatan kedua belah pihak yang paling baik adalah terjadi di dalam wilayah yang disebut Final Offer Zone yang dibatasi oleh Seller’s Realistic Price dan Buyer’s Realistic Price. Biasanya kesepakatan terjadi ketika terdapat suatu overlap antara pembeli dan penjual dalam wilayah Final Offer Zone.
Membangun Kesepakatan
Babak terakhir dalam proses negosiasi adalah membangun kesepakatan dan menutup negosiasi. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan (deal or agreement) telah dicapai dan kedua pihak memiliki komitmen untuk melaksanakannya.
Yang perlu kita ketahui dalam negosiasi tidak akan pernah tercapai kesepakatan kalau sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun dari keinginan atau niat dari kedua belah pihak, sehingga kita tidak bertepuk sebelah tangan.
Karena itu, penting sekali dalam awal-awal negosiasi kita memahami dan mengetahui sikap dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh maupun ekspresi wajah. Karena jika sejak awal salah satu pihak ada yang tidak memiliki niat atau keinginan untuk mencapai kesepakatan, maka hal tersebut berarti membuang waktu dan energi kita. Untuk itu perlu dicari jalan lain, seperti misalnya: conciliation, mediation dan arbitration melalui pihak ketiga.
Demikian sekilas mengenai negosiasi, yang tentunya masih banyak hal lain yang tidak bisa dikupas dalam artikel pendek. Yang penting bagi kita selaku praktisi Mandiri, kita harus tahu bahwa negosiasi bukan hal yang asing.
Setiap kita adalah negosiator dan kita melakukannya setiap hari setiap saat. Selain itu negosiasi memerlukan karakter (artinya menggunakan seluruh hati dan pikiran kita), memerlukan penguasaan metoda atau pun teknik-tekniknya dan memerlukan kebiasaan dalam membangun perilaku bernegosiasi yang baik dan benar.